Tokoh Wayang

Werkudara

RADEN WREKODARA

Wrekodara adalah nama Bratasena sesudah dewasa. Pakaian

pun berobah seperti juga gelungnya yang dihias oleh seorang Dewa putri, Betari Durga. Sesudah berganti dandanan, Bratasena berganti nama menjadi Wrekodara.

Wrekodara sakti dan kuat. Senjatanya ialah kukunya sendiri yang bernama kuku Pancanaka yang sangat tajamnya. Menurut cerita tujuh kali tajam pisau cukur. Wrekodara juga mempunyai kekuatan angin dan mampu membongkar gunung. Ia tak pernah berjalan perlahan. Bila berjalan ia meloncat. Jauh loncatannya adalah tujuh kali penglihatan gajah.

Wrekodara selalu menjunjung kehormatan Pendawa. Ia adalah ibarat ibu-bapak Pendawa. Semboyannya ialah mati satu mati semua.

Ia pernah bertakhta sebagai raja di Gilingwesi dengan nama Tuguwasesa. Dalam perang Baratayuda ia perang tanding, orang lawan seorang dengan Suyudana.

Di dalam lakon Sridenta, Wrekodara berperang dengan Prabu Sridenta, raja negara Jumapala. Wrekodara dibanting oleh lawannya, hingga separo badannya masuk ke bumi. Karena ditolong oleh Arjuna, ia dapat keluar dari bumi.

Sewaktu mudanya dan masih bernama Bratasena, ia kawin dengan Seorang putri bernama Dewi Nagagini, putri Hyang Antaboga dan berputra Raden Antasena.

Di kala putri itu sedang mengandung, ia ditinggalkan oleh Bratasena.

Setelah anaknya dewasa, datanglah anaknya itu menghadap ayahananya. wrekodra bersedia mengakui Antasena sebagai anakny, kalau dia bisa membuktikan, bahwa dia lebih kuat daripada ayahnya.

Disergapnya Wrekodara oleh Antasena, hingga tak dapat bergerak lagi. Karena pembuktiannya itu, Antasena diakui oleh Wrekodara sebagai anaknya.

Wrekodara ksatria sakti yang karena memiliki kekuatan angin, tak dapat dikalahkan. Tetapi kedua putranya, Antareja dan Gatotkaca sebenarnya lebih sakti. Untuk membuktikan kesaktian mereka, masing masing berperang tanding dengan ayah mereka dan kalahlah Wrekodara. Kalah dalam perang tanding dengan anak-anaknya justru membikin bangga Wrekodara. Oleh Wrekodara anaknya disebut anak anung yang berarti anak sakti. Raden Wrekodara bermata telengan, berhidung dempak, berkumis, berjenggot dan berpupuk di dahi, bersanggul bentuk supit udang, bersunting waderan dan berdandan lain-Iainnya seperti yang terdapat pada Bratasena.

Wrekodara berwanda: 1. Lintang, 2. Lindu, 3. Lindupanon, 4. Bambang, 5. Gurnat, 6. Mimis. Semua wanda ini adalah karangan Susuhunan Anyakrawati wafat di Krapyak.

Sumber : Sejarah Wayang Purwa – Hardjowirogo – PN Balai Pustaka – 1982

Perjalanan Wayang

A Storied History

Sejarah

Permulaan

wayang berasal dari kata wayangan
yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar
karena sumber aslinya telah hilang
(yang ngilangin bukan saya, lhoo . . . 🙂 🙂 )
di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animisme
menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya
dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman
dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’
agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala
(masih ingat lakon ‘sudamala’, kan?)
di tahun (898 – 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa
namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang
seperti yang tertulis dalam prasasti balitung
sigaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara
(terjemahan kasaran-nya kira-kira begini :
menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara)
di jaman mataram hindu ini,
ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi)
pada masa raja darmawangsa, 996 – 1042 M
mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa
dirakit menjadi sembilan parwa bahasa jawa kuna
lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa
di masa raja erlangga

Wayang

Wayang Wong

Wayang Wong merupakan hasil karya dari Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792).
Ceritanya sama dengan cerita wayang lainnya,yaitu lakon Mahabaratha, hanya wayang digantikan dengan dimainkan oleh orang yang sebenarnya. Wayang wong merupakan drama tari jawa klasik yang berdialog dengan prosa. Kostumnya disesuaikan dengan wayang kulit. Pernciptanya adalah Tumenggung Joyo Dipuro, kepala sebuah badan yang bertugas membuat pakaian wayang wong. Badan Tersebut bernama KAWEDANAN HAGENG GLADAG LAN KRIYA. Kedudukan dalang atau narator digantikan oleh sutradara.
Pelaku WAYANG WONG (WAYANG ORANG) adalah seseorang yang dilengkapi dengan pakaian sesuai dengan perlengkapan wayang kulit, misalnya WAYANG PURWA

Wayang

Wayang Beber

Pada zaman demak raja yang bertahta ialah Raden Patah, bergelar Sultan Sah Alam Akbar. Beliau mempunyai minat pada permainan wayang. Seringkali mendalang WAYANG BEBER mempunyai ujud gambar manusia yang menurut agama Islam menjadi larangan. Itulah sebab para wali tidak menyetujui ; akhirnya WAYANG BEBER tidak dihiraukan dan tidak laku. Kemudian para wali mencipta wayang purwa dari kulit, mengambil sumber dari zaman Prabu Jayabaya. Bentuk wayang diubah supaya tidak berbentuk manusia yang menurutnya dilarang oleh agama, bahan tetap dari kulit. Perubahan bentuk wayang, tinggi badan ditambah, tangan panjang sampai kaki. Supaya jauh dari bentuk manuasia. Juga hidung, lebar, pudak, badan, kaki, semua tampak lebih panjang. Hilang bentuk manusia, tinggal ujud yang menggambarkan watak manusia yang tertera pada ujud wayang kulit purwa. Pada zaman Demak, wayang kulit purwa berkembang kembali, tersebar luas, sedang wayang BEBER tenggelam tidak dihiraukan lagi, hanya menjadi tontonan di dusun-dusun. Peristiwa ini diabadikan dengan Sengkalan Sirna Suci Caturing wana, tahun 1440.
Wayang

Wayang Golek

Ini adalah wayang yang terbuat dari kayu dengan bentuk boneka tiga dimensi. Bentuk drama wayang golek ini sangat disukai karena gerakannya dimana terlihat seperti benar-benar hidup. Wayang golek ini diberi pakaian dengan pakaian yang berwarna-warni agar terlihat lebih indah.
Menurut Serat Sastramiruda, Sunan Kudus membuat WAYANG GOLEK mengambil ceritera WAYANG PURWA. Iringan memakai gamelan slendro, rebab, kendang, ketuk, kenong, gong, serta kecer pada tahun 1506. Terdapat pula WAYANG GOLEK dengan ceritera Menak, wayang Golek tersbut kemudian disebut WAYANG TENGUL.
Sesudah Demak pecah kraton pindah ke Pajang. Wayang-wayang sebagian dibawa ke Cirebon, maka di cirebon terdapat WAYANG GOLEK PURWA campur dengan Menak disebut WAYANG CEPAK. Wayang Golek di pasundan untuk ceritera Purwa juga untuk babad tabah Pasundan. Wayng Golek dengan ceritera menak mulai dari Kudus terus ke Cirebon hingga merata sampai sekarang.

WAYANG GOLEK di Jawa Timur hanya terdapat di Madiun, Ponorogo, ceritera adalah WAYANG PURWA. Seringkali juga Panji atau dongeng-dongeng sesuai keadaan daerah.

Wayang

Wayang Gedog

Seorang wali bernama Sunan Ratu Tunggal di Giri mencipta WAYANG GEDOG. Yang dikisahkan oleh WAYANG GEDOG ialah ceritera Panji, sebab wali Sunan Ratu Tunggal gemar membaca serat panji, sebagai sumber juga diambil dari wayang purwa. Muka sama, rambut digelung, ada juga yang disasak, memakai kalung, memakai keris, tidak ada buta (Raksasa) dan wanara. Satria dari sebrang bernama Prabu kelana, anak buahnya Bugis bertutup kepala bulat, bunyi-bunyian gamelan pelok. Demikianlah asal mula WAYANG GEDOG pertatama di buat dari kulit. Sebagai tanda adalah Batara Guru memegang tombak dililit ular naga, dengan sengkalan : GEGAMANING NAGA KINARYENG BATARA , tahun 1485.
Masih sezaman, Sunan Bonang membuat WAYANG BEBER GEDOG, untuk mengganti WAYANG BEBER berujud manusia. Sumber diambil dari wayang kulit purwa ciptaan Demak, dicoret miring, muka tampak setengah sama, semua gambar masih mempunyai dua mata. Mulai saat itu WAYANG BEBER GEDOG melakonkan riwayat Panji dengan sengkalan :
WAYANG WOLU KINARYA TUNGGAL tahun 1486.
Sunan Bonang mencipta juga serat Damarwulan, menceriterakan negara Majapahit, pada waktu itu diperintah oleh Sang Ratu Ayu.